Terjadi perbedaan pencatatan Angka Kematian
Ibu (AKI) di Indonesia antara Bapperan (310 untuk tahun 2000-2007), UNICEF dan
UNFPA (420 tahun 2005). Walaupun Bappenas menyatakan Aki di Indonesia terus
menurun sejak 2002 sampai 2008, Bappenas menyatakan Indonesia sulit mencapay
target MDGs menurunkan AKI di tahun 2015 sebesar 102.
Pemerintah Indonesia memang telah mengesahkan
AKI yang dikeluarkan oleh Bappenas, kalangan LSM cenderung mempercayai lembaga
internasional yang menggunakan metode yang berlaku secara internasional.
Berdasarkan hasil SDKI tahun 2008 menunjukan
penyebab tertinggi Aki di Indonesia adalah pendarahan (28%) dan eklamsia (24%).
Terdapat tiga jenis keterlambatan yang menyebabkan kematian ibu, yaitu :
1.
Terlambat mengenali tanda bahaya
dan membuat keputusan
2.
Telambat emcapai fasilitas
kesehatan
3.
Terlambat menerima pelayanan di
fasilitas kesehatan
Berdasarkan hasil penelitain yang dilakukan
oleh WRI di 7 Kabupaten/Kota menunjukkan
bahwa perempuan yang hidup di lingkungan miskin cenderung memilih dukun beranak
sebagai penolong persalinan. Padahal persalinan dibantu oleh dukun memiliki
banyak kekurangan diantaranya kekurangan air bersih, listrik untuk penerangan,
tempat dan alat steril, dan obat-obatan. Namun demikian dukun beranak tetap
menjadi pilihan ibu-ibu melahirkan dibandingkan oleh tenaga kesehatan seperti
bidan atau dokter. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor, diantaranya:
1.
Kekurangan biaya. Bersalin dengan
bidan membutuhkan biaya lebih mahal daripada dukun
2.
Pelayanan yang ditawarkan bidan
tidak selengkap dukun. Dukun memberikan perawatan ibu hamil sejak sebelum
melahirkan, saat melahirkan, hingga setelah melahirkan. Bahkan dukun ikut
membantu merawat bayi baru lahir dan keluarga di ibu yang melahirkan.
3.
Dukun bayi dianggap memiliki
kekuatan spiritual. Hal ini menyebabkan munculnya sugesti positif dan rasa
tenang pada diri ibu yang melahirkan.
4.
Hambatan budaya yang dihadapi
oleh perempuan daerah pedesaan. Beberapa daerah menganggap perempuan sebagai
kaum marjinal dan bukan menjadi prioritas.
5.
Perempuan tidak memiliki hak atas
tubuhnya sendiri sehingga keputusan tempat melahirkan tidak diambil oleh ibu,
melainkan oleh suami dan keluarga.
Selain berbagai alasan di atas, kebijakan
pemerintah juga memegang peranan sangat penting dalam pembuatan kebijakan untuk
menurunkan AKI di Indonesia. Seperti yang diungkapkan IBI bahwa jumlah bidan
din Indonesia mencapai 83.000 bidan yang artinya dapat memenuhi kebutuhan desa
di Indonesia yang berjumlah 71.000 desa. Hal tersebut masih menjadi kendala
karena bidan cenderung terpusat di sekitar Puskesmas dan RSUD yang menyebabkan
sulitnya masyarakat mengakses pelayanan kesehatan oleh bidan.
Upaya pemerintah yang kurang serius dalam
penurunan AKI juga terlihat dalam kebijakan Gerakan Sayang Ibu (GSI). Kebijakan
ini dibuat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu hamil di fasilitas
kesehatan di seluruh desa di Indonesia. Sayangnya kebijakan ini tidak didukung
dengan upaya mengatasi kendala yang dimiliki ibu hamil seperti keterbatasan
ekonomi, transportasi dan akses jalan yang rusak. Hal ini dapat dibuktikan
dengan sedikitnya anggaran pemerintah daerah untuk sector kesehatan, hanya kurang
dari 10% dari APBD.
Di beberapa daerah seperti Lombok Tengah dan
Indramayu dapat mensiasati kecenderungan masyarakat untuk melahirkan di duku
bayi, yaitu dengan membuat kebijakan bidan dan dukun bayi bermitra untuk
menolong persalinan ibu. Hal ini terbukti dapat menurunkan penggunaan dukun
bayi sebagai penolong persalinan hingga di bawah 20%. Kebijakan ini sebenarnya
dapat ditiru oleh daerah lain untuk membantu menurunkan AKI, sayangnya
pemerintah pusat lagi-lagi tidak menggunakan kewenangannya untuk menjadi
kebijakan ini sebagai standar nasional sehingga pemerintah daerah bebas memilih
untuk membuat kebijakan pro penurunan AKI atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar