Rabu, 06 Februari 2013

Target Penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia

Dari semua target MDGs, kinerja penurunan angka kematian ibu secara global masih rendah. Di Indonesia, Angka Kematian Ibu (AKI/MMR (Maternal Mortality Rate)) menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Target pencapaian MDG pada tahun 2015 adalah sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga diperlukan kerja keras untuk mencapai target tersebut. Walaupun pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlah cukup tinggi, beberapa faktor seperti risiko tinggi pada saat kehamilan dan aborsi perlu mendapat perhatian.[1] Berdasarkan angka di atas diketahui bahwa target penurunan AKI di Indonesia bahkan belum mencapai setengah angka yang diharapkan (lihat lampiran, grafik 1: Proyeksi Angka Kematian Ibu (AKI) 1991 – 2025).

Pertolongan persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan terlatih merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menurunkan AKI di Indonesia. Persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66,7% pada tahun 2002 menjadi 77,34 % pada tahun 2009 (Susenas). Angka tersebut terus meningkat menjadi 82,3% pada tahun 2010 (Riskesdas, 2010). Disparitas pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih antarwilayah masih merupakan masalah. Data Susenas tahun 2009 menunjukkan capaian tertinggi sebesar 98,14% di DKI Jakarta sedangkan terendah sebesar 42,48% di Maluku.[2] (lihat lampiran, grafik 2: Presentase Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan 2009).

Untuk memastikan kesehatan ibu selama kehamilan, diperlukan pelayanan antenatal (antenatal care/ANC), hal ini juga dilakukan untuk menjamin ibu untuk melakukan persalinan di fasiltas kesehatan. Sekitar 93% ibu hamil memperoleh pelayanan antenatal dari tenaga kesehatan profesional selama masa kehamilan. Terdapat 81,5% ibu hamil yang melakukan paling sedikit empat kali kunjungan pemeriksaan selama masa kehamilan, namun baru 65,5% yang melakukan empat kali kunjungan sesuai jadwal yang dianjurkan. (lihat lampiran, grafik 3: Pelayanan Antenatal K1 dan K4 di Indonesia tahun 1991 – 2007).

Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate-CPR) menunjukkan peningkatan dalam 5 tahun terakhir. Capaian CPR semua cara secara nasional meningkat dari 49,7% pada tahun 1991 menjadi 61,4% pada tahun 2007. Sementara itu, untuk CPR cara modern meningkat dari 47,1% pada tahun 1991 menjadi 57,4 % pada tahun 2007 (SDKI). Selanjutnya, di antara CPR cara modern, KB suntik merupakan cara yang paling banyak digunakan (32%), diikuti pil KB sebesar 13% (SDKI, 2007).[3] (lihat lampiran, grafik 4: Kecenderungan CPR pada Perempuan Menikah Usia 15 – 49 tahun).

Angka unmet need cenderung bervariasi antarprovinsi, antardaerah dan antarstatus sosial-ekonomi. Unmet need terendah terdapat di Bangka Belitung (3,2%) dan tertinggi di Maluku (22,4%). Unmet need di perdesaan (9,2%) lebih tinggi dibandingkan di perkotaan (8,7%). Unmet need pada perempuan dengan tingkat pendidikan rendah lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi (11% berbanding 8%). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan, maka akan semakin tinggi pula akses akan informasi dan layanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Tingginya unmet need disebabkan oleh ketakutan terhadap efek samping dan ketidaknyamanan dalam penggunaan kontrasepsi. Sebesar 12,3% perempuan usia 15-19 tahun tidak ingin menggunakan alat/obat kontrasepsi karena takut efek samping, 10,1 % karena masalah kesehatan dan 3,1 % karena dilarang oleh suami.[4] (lihat lampiran, grafik 5: Unmet need Menurut Tujuan Penggunaan per Provinsi tahun 2007).

Dari data yang dijelaskan di atas, ternyata masih banyak ditemukan tantangan dan kendala selama proses penurunan AKI di Indonesia.

1.      Terbatasnya akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama bagi penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK).

2.      Terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan baik dari segi jumlah, kualitas dan persebarannya, terutama bidan.

3.      Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan ibu.

4.      Masih rendahnya status gizi dan kesehatan ibu hamil.

5.      Masih rendahnya angka pemakaian kontrasepsi dan tingginya unmet need.

6.      Pengukuran AKI masih belum tepat, karena sistem pencatatan penyebab kematian ibu masih belum adekuat



Ke depan, upaya peningkatan kesehatan ibu diprioritaskan pada perluasan pelayanan kesehatan berkualitas, pelayanan obstetrik yang komprehensif, peningkatan pelayanan keluarga berencana dan penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat. Penyediaan fasilitas pelayanan obstetrik neonatal emergensi komprehensif (PONEK), pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED), posyandu dan unit transfusi darah yang belum seluruhnya terjangkau oleh seluruh penduduk harus menjadi prioritas pemerintah sebagai upaya penurunan AKI di Indonesia. Sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit juga belum berjalan optimal. Ditambah lagi, dengan kendala geografis, hambatan transportasi, dan faktor budaya. Selain itu pemerintah juga harus merapihkan sistem pencatatan terkait upaya penurunan AKI di Indonesia sehingga data yang ditampilkan benar-benar menggambarkan kondisi kesehatan perempuan Indonesia saat ini.

Mengingat pentingnya AKI sebagai salah satu indikator pembangunan Negara, maka sudah sewajarnya pemerintah membuat sebuah kebijakan mengenai anggaran untuk meningkatkan kesehatan perempuan, termasuk perempuan difable, perempuan dengan HIV/AIDS, dan perempuan yang tinggal di Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Tidak hanya menggunakan indikator angka sebagai target tetapi juga indikator input dan proses seperti penetapan anggaran kesehatan perempuan, pemerataan jumlah tenaga kesehatan yang terjangkau, serta pendidikan kesehatan reproduksi untuk perempuan.




[1] Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2010, hal. 66

[2] Ibid, hal. 67

[3] Ibid, hal.68


[4] Ibid, hal. 69

Tidak ada komentar:

Posting Komentar